Monday, January 25, 2010

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.03/2009

Dasar Penerbitan
Berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat (3) huruf (h) menyebutkan bahwa Yang dikecualikan dari objek pajak adalah penghasilan yang ditaman oleh dana pension sebagaimana dimaksud pada huruf (g), dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan menteri Keuangan.
UU PPh Pasal 4 ayat (3) huruf (g) menyebutkan bahwa Yang dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
Penjelasan kedua butir aturan tersebut menyebutkan bahwa:
Huruf (g): Pengecualian sebagai Objek Pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik dari peserta pensiun, yang akan dibayarkan kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai Objek Pajak.
Huruf (h): Sebagaimana tersebut dalam huruf g, pengecualian sebagai Objek Pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari Objek Pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi. Oleh karena itu penentuan bidang-bidang tertentu dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Isi:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.03/2009 mengatur tentang Bidang Penanaman Modal Tertentu yang Memberikan Penghasilan Kepada Dana Pensiun yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan. Peraturan ini dikeluarkan sebagai dasar pelaksanaan sebagai mana diamanahkan dalam pasal 4 ayat (3) huruf (h) UU PPh. Oleh karena maksud pembebasan PPh ini adalah untuk mengurangi beban para peserta pension (baca : pensiunan),dan mengurangi penyalahgunaan dana peserta pensiunan oleh dana pension dengan menanamkan dana tersebut pada proudk-produk investasi yang “tidak aman” (beresiko tinggi), maka kriteria penetapan bidang usaha tertentu adalah bidang usaha yang tidak bersifat spekulatif dan beresiko tinggi.
Menteri Keuangan menetapkan tiga jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek PPh, yaitu:
1. Bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, serta Sertifikat Bank Indonesia;
2. Bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), surat berharga syariah Negara, dan surat perbendaharaan Negara, yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia; atau
3. Dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat pada bursa efek di Indonesia.
Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku mulai tanggal 29 Desember 2009.
Usul-Usil:
Aturan ini akan berimplikasi pada perilaku lembaga Dana Pensiun dalam memilih produk-produk investasi untuk iuran pensiun pesertanya. Dana Pensiun tentunya akan mempertimbangkan factor pajak (tariff pajak) sebagai keuntungan apabila berinvestasi pada produk-produk investasi yang tax free tersebut. Bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito maupun obligasi pada produk-produk yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan mempunyai resiko investasi yang kecil (sangat aman), sehingga return (imbalan) yang diperoleh juga relative tidak besar. Pembebasan return atas produk-produk investasi tersebut juga tidak akan terlalu besar pengaruhnya bagi target penerimaan pajak. Selain itu, pembebasan pajak atas return produk-produk investasi itu juga diharapkan dapat memikat lembaga Dana Pensiun untuk berinvestasi pada produk-produk tersebutu.

Salam AKaBonCu

By Farhan Rohmani






Monday, January 18, 2010

BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 2/PMK.03/2010


Pendahuluan
Tidak bisa dipungkiri bahwa biaya promosi sangat berpengaruh terhadap penjualan suatu produk. Telah banyak penelitian dilakukan yang menghubungkan pentingnya promosi terhadap penjualan suatu produk. Perkembangan teknologi berimplikasi pada bauran metode promosi yang beraneka ragam. Atas dasar pertimbangan untuk memberikan kepastian hokum dan kesamaan perlakuan bagi Wajib Pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak merasa perlu untuk melakukan pengaturan mengenai biaya promosi. Pada tanggal 08 Januari 2010, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.03/2010 yang mengatut tentang biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Aturan Sebelumnya
Sebelumnya, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009 pada tanggal 10 Juni 2009 yang berlaku surut sejak 01 Januari 2009 yang antara lain mengatur mengenai biaya promosi dan biaya penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk industry rokok dan farmasi. Pada PMK Nomor 104/PMK.03/2009, biaya promosi dan/atau biaya penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memenuhi kriteria berikut :
a. untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;
b. dikeluarkan secara wajar;
c. menurut adat kebiasaan pedagang yang baik;
d. dapat berupa barang, uang, jasa, dan fasilitas; dan
e. diterima oleh pihak lain.
Khusus untuk industry rokok dan farmasi, biaya promosi hanya dapat dibiayakan oleh produsen, Distributor Utama dan importir tunggal, selain itu, biaya promosi ini hanya dapat dibiayakan sebanyak 1 (satu) kali oleh masing-masing pihak. Dalam hal Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikeluarkan baik oleh produsen maupun Distributor Utama, pihak yang berhak untuk membebankan Biaya Promosi adalah produsen. Dalam hal rokok tidak diproduksi di Indonesia, pihak yang berhak untuk membebankan Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah importir tunggal. Beasaran jumlah yang dibebankan pun dibatasi. Selain itu, Wajib Pajak industry rokok dan farmasi diwajibkan untuk membuat daftar nominative pengeluaran biaya promosi dan penjualan ini. Tentunya ketentuan ini menimbulkan pros & cont dari Wajib Pajak. Pembatasan jumlah biaya yang dibebankan dikhawatirkan akan membatasi penjualan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Pembuatan daftar nominative juga akan menambah beban tambahan bagi Wajib Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010
Definisi Biaya Promosi:
Pada tanggal 08 Januari 2010, Menteri Keuangan menerbitkan peraturan nomor 02/PMK.03/2010 yang membatalkan peraturan menteri keuangan sebelumnya (Nomor 104/PMK.03/2009). Pokok-pokok isi peraturan pun berubah sangat signifikan. Definisi biaya promosi tidak mengalami perubahan, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan, mempromosikan, dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan. Akan tetapi, definisi biaya penjualan dan distributor utama yang di peraturan sebelumnya diuraikan, di peraturan yang baru ini dihapuskan.

Pengelompokan Biaya Promosi secara Fiskal:
· Berupa Uang
Pengelompokan biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto di peraturan menteri ini juga berubah dari peraturan sebelumnya. Pengelompokkan biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto di peraturan nomor 02/PMK.03/2010 menjadi akumulasi dari jumlah biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan atau media lainnya, biaya pameran produk, biaya pengenalan produk, dan/ atau biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

· Berupa Sampel Produk
Dalam hal promosi diberikan dalam bentuk sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar nilai harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

· Bukan Biaya Promosi
1. Pemberian imbalan berupa uang/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggarakan kegiatan promosi.
2. Biaya promosi dari objek pajak yang telah dikenai pajak final.

Daftar Nominatif
Kewajiban membuat daftar nominative masih berlaku. Kewajiban membuat daftar nominative ini diharapkan akan dapat mengidnetifikasi dengan baik mana pengeluaran yang sifatnya benar-benar untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak.

Usul-Usil:
Peraturan menteri keuangan nomor 02/PMK.03/2010 merupakan pengganti dari peraturan sebelumnya (Nomor 104/PMK.03/2009). Peraturan menteri keuangan ini juga berlaku mulai tanggal 01 Januari 2009, hal ini masih menimbulkan ketidakpuasan bagi Wajib Pajak. Peraturan yang berlaku surut ini menimbulkan kekhawatiran Wajib Pajak, bahwa akan sulit bagi mereka untuk membuat daftar nominative. Dengan tidak adanya daftar nominative, maka dikhawatirkan mereka tidak dapat mengurangkan biaya promosi yang telah mereka lakukan. Perlu diingat, pada peraturan sebelumnya, hanya untuk Wajib Pajak industry rokok dan farmasi saja yang diwajibkan untuk membuat daftar nominative, sehingga Wajib Pajak non industry tersebut tidak membuat daftar nominative.

Salam AKaBonCu
Farhan Rohmani