Thursday, May 14, 2009

TINJAUAN ATAS PASAL 5 PMK 255/PMK.03/2008


TINJAUAN ATAS PASAL 5 PMK 255/PMK.03/2008

PMK 255/PMK.03/2008
Pasal 5
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Wajib Pajak Masuk Bursa:
KEP-515/PJ./2000 Jo KEP-389/PJ/2003 Jo KEP-67/PJ/2004
Wajib Pajak dan pengusaha kena pajak tertentu adalah Perusahaan masuk bursa, termasuk badan-badan khusus (self regulatory organization) yang didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal;
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perusahaan masuk bursa adalah perusahaan yang
1. didirikan dan beroperasi di bursa
2. didirikan dan beroperasi berdasarkan UU Pasar Modal

Laporan Keuangan Berkala:
Kep-551/BEJ/05-2003
Setiap anggota bursa efek harus melaporkan laporan berkala sbb:
(1). Laporan keuangan triwulanan (quarterly) un-audited paling lambat 30 hari setelah peiode pelaporan berakhir,
(2). Laporan keuangan tahunan audited, paling lambat 90 hari setelah tahun buku berakhir.

Aturan Bapepam X.K.2:
PERATURAN NOMOR X.K.2 : KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN BERKALA
1. Umum
a. Laporan keuangan berkala yang dimaksud dalam peraturan ini adalah laporan keuangan
tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan;
…..
Tinjauan:
Pasal 5 PMK 255/PMK.03/2008 masih menyisakan ruang untuk perdebatan yang berpotensi menimbulkan kebingungan dalam penerapannya. Permasalahan-permsalahan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Laporan berkala yang digunakan sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 25, khususnya untuk Wajib Pajak masuk bursa. Sebagaimana telah saya uraikan di atas, saat ini terdapat dua jenis peraturan yang dikeluarkan BAPEPAM dan BEI. Masing-masing mewajibkan anggota bursa untuk men-submit laporan berkalanya dengan rentang periode yang berlainan. BEI mewajibkan pelaporan berkala dalam periode quarterly, sedangkan BAPEPAM mewajibkan laporan berkala tahunan dan setengan tahunan. Ketidakjelasan menimbulkan ketidakpastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupuan Direktorat Jenderal Pajak sebagai instanti yang diberi tanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan aturan tersebut.
2. Penggunaan pemotongan/pemungutan PPh tahun pajak lalu sebagai pengurang (kredit) PPh terutang dalam perhitungan PPh Pasal 25 menimbulkan beberapa pertanyaan dari beberapa pihak. Penggunaan pengurang PPh dari tahun pajak lalu mengakibatkan daya bandingnya berkurang. Penghasilan periode berjalan ditandingkan dengan kredit pajak tahun lalu. Potensi masalah yang selanjutnya adalah penggunaan pengurang tersebut di laporan berkala yang terakhi. Misalnya, apabila yang digunakan adalah laporan berkala sesuai aturan BEI. Untuk perhitungan berdasarkan laporan keuangan berkala triwulan I sampai triwulan III dasar perhitungan tersebut dapat diterapkan. Tapi untuk laporan keuangan berkala triwulan IV (audited) masih bisa diperdebatkan perihal penggunaan pemotongan/pemungutan PPh tahun pajak yang lalu sebagai pengurang PPh terutang dalam perhitungan PPh Pasal 25. Apakah dalam menghitung PPh Pasal 25 yang didasarkan pada laporan keuangan berkala terakhir (audited) tetap menggunakan pemotongan/pemungutan PPh tahun pajak lalu? Hendaknya komparabilitas dalam perhitungan PPh Pasal 25 tetap diperhitungkan, sehingga tujuan PPh Pasal 25 sebagai perkiraan besarnya hutang pajak di akhir periode dapat lebih akurat.