Wednesday, January 18, 2012

GURU

Profesi yang saya inginkan ketika kecil adalah menjadi seorang Guru. Keinginan ini muncul karena Almarhum Bapak saya yang juga salah satu teladan saya adalah seorang Guru. Pada masa itu seorang Guru sangat dihormati di mata tetangga, sanak dan saudara. Saya ingat suatu saat ketika kami sekeluarga berkunjung ke tempat salah satu kerabat di daerah lain, mereka memanggil Bapak dengan sebutan "Nak Guru", "Mas Guru", atau "Dik Guru". Mereka tidak memandang Bapak yang hanya berkunjung mengendarai Vespa butut. Sungguh suatu sapaan yang terhormat dan sangat membanggakan bagi saya menjadi seorang anak dari Bapak yang berprofesi sebagai Guru.
Cita-cita itu kini telah saya tinggalkan. Meski terkadang keinginan untuk menjadi Guru masih sering mengganggu pikiran. Hasrat menjadi Guru ini hilang seiring berkembangnya jaman dan pendidikan yang saya peroleh. Saya ingat saat lulus SMA saya lebih memilih jurusan Kedokteran Umum dan Akuntansi saat mendaftar UMPTN dibandingkan jurusan-jurusan atau sekolah keguruan. Saya sudah lupa mengapa saya memilih jurusan Kedokteran dan Akuntansi dibandingkan Keguruan. Seingat saya ini juga atas rayuan Bapak dan Ibu saya. Meskipun akhirnya saya diterima di Jurusan Akuntansi pada salah satu universitas negeri di Jogja, tapi itu juga saya tidak ambil. Alasannya jelas, biaya. Tapi beruntung saya juga mendaftar salah satu sekolah tinggi kedinasan, jurusan Akuntansi juga. Kalo yang ini pasti saya ambil, alasannya juga jelas, ga perlu keluar biaya kuliah :)

Murid Selalu Lebih Hebat Dari Guru
Kembali ke masalah Guru. Ada pepatah mengatakan, Murid selalu lebih hebat dari Guru. Hal ini saya rasakan. Suatu waktu saya pulang kampung, saya bernostalgia dengan mengajak anak saya main ke SD saya dulu. Saya masih melihat kondisi Sekolah hampir tidak berubah, bangunan masih seperti dulu dengan cat kuning berkelir hijau di jendelanya. Catnya memang nampak sudah pudar. Saya mendapati beberapa Guru yang mengajar saya dulu masih juga mengajar disitu, saya beranikan menyapa beliau-beliau, mengenalkan diri kembali. Mereka bertanya sekarang saya dimana, kerja apa dan banyak pertanyaan lain-lain. Pertanyaan itu saya jawab dengan jujur sesuai kondisi saya sekarang, tidak perlu dilebih-lebihkan hanya untuk membuat mereka menjadi bangga. meskipun begitu, jawaban jujur saya telah membuat tersenyum bangga. Tak terasa waktu istirahat sudah selesai dan mereka harus kembali mengajar lagi. Perbincangan kami di akhiri dengan kalimat pepatah itu "dimana-mana memang murid selalu lebih hebat dari Guru ya...". Saya hanya bisa menjawab dengan senyum dan tak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.

Melihat kondisi saat ini, sebetulnya nasib para Guru bisa dibilang lebih baik dibandingkan jaman Almarhum Bapak saya dulu. Banyak insentip dan tunjangan dari negara yang mereka dapatkan. Yang jauh berbeda mungkin penghormatan dan penghargaan di mata masyarakat.



Akhir kata: "dimana-mana memang murid selalu lebih hebat dari Gurunya, oleh karena itu, jadilah murid, jangan terus-menerus menjadi Guru jika anda ingin hebat" :D
(just kidding)